Bukan Sulap, Bukan Sihir, Kepala Pekon Gunung Tiga dan Tiga Perangkat ‘Raib’ Saat Diperiksa Inspektorat Tanggamus

LAMPUNG37 Dilihat
Gambar Ilustrasi (Davit/Prioritasnews.id)

PRIORITASNEWS.ID, TANGGAMUS — Audit anggaran dana desa di Pekon Gunung Tiga, Kecamatan Pugung, Kabupaten Tanggamus, mendadak menjadi perhatian serius publik.

Pasalnya, tiga perangkat pekon sekaligus kepala pekonnya tidak hadir saat tim Inspektorat Kabupaten Tanggamus melakukan pemeriksaan pada Rabu (11/6/2025).

Pemeriksaan ini dilakukan menyusul adanya laporan masyarakat tentang dugaan penyimpangan dana desa dan praktik KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) di tubuh pemerintahan pekon.

Tim audit yang dipimpin auditor senior, Ningsih, mengaku kecewa dengan sikap kepala pekon dan perangkatnya yang justru absen pada saat proses klarifikasi resmi dilakukan.

“Sangat kami sayangkan. Pihak-pihak utama yang seharusnya memberikan keterangan justru tidak menunjukkan itikad baik,” ujar Bu Ningsih kepada wartawan.

Ketidakhadiran kepala pekon HJR bersama Juru Tulis, Kaur Keuangan, dan Kaur Perencanaan bukan sekadar ketidakhadiran administratif. Inspektorat menilai ini sebagai bentuk penghindaran terhadap proses akuntabilitas publik.

Padahal, audit tersebut merupakan langkah normatif dalam mewujudkan tata kelola keuangan desa yang transparan dan profesional.

Dalam dokumen awal audit, salah satu temuan utama adalah dugaan tidak dibayarkannya SILTAP (penghasilan tetap) kepada sejumlah perangkat pekon selama delapan bulan pada tahun 2024.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan publik: ke mana sebenarnya aliran dana yang telah dicairkan dari kas negara?

Bagi Bu Ningsih, pemeriksaan belum selesai. Ia menegaskan bahwa pihaknya akan kembali melakukan pemeriksaan lanjutan, termasuk dengan pendekatan investigatif alternatif.

“Kami siap menggunakan metode lain jika mereka tetap tidak kooperatif. Semua temuan akan kami evaluasi dan laporkan secara resmi,” tambahnya.

Sementara itu, warga setempat yang enggan disebutkan namanya mengaku geram dengan sikap pemerintah pekon yang seolah-olah kebal terhadap pengawasan.

“Kalau tidak ada yang disembunyikan, seharusnya tidak perlu takut diperiksa. Ini dana rakyat, bukan dana pribadi,” ujar warga.

Fenomena ini menjadi cerminan bagaimana tantangan utama dalam reformasi pemerintahan desa bukan sekadar pada teknis anggaran, tapi pada budaya birokrasi yang masih feodalistik dan minim transparansi.

Kondisi ini menunjukkan betapa masih banyak oknum perangkat desa yang memahami jabatan sebagai kekuasaan, bukan amanah.

Jika terus dibiarkan, pola penghindaran seperti ini akan menjadi preseden buruk bagi desa-desa lain di Kabupaten Tanggamus.

“Ini belum selesai. Ini baru awal,” tulis Bu Ningsih menutup pernyataannya.

Kini publik menanti: apakah Inspektorat mampu menembus dinding pekat birokrasi pekon Gunung Tiga, atau justru kasus ini akan tenggelam bersama para perangkat yang memilih menghilang?.   (Davit)

Komentar