Putusan PN Batam Dianggap Cacat Hukum, Kejaksaan Ajukan Banding

HUKRIM, KEPRI10 Dilihat
Kantor Kejaksaan Tinggi Kepri.

Kepri,Prioritasnews.id – Putusan Pengadilan Negeri Batam yang memenangkan gugatan perdata Ocean Mark Shipping Inc. (OMS) atas Pemerintah Republik Indonesia menuai kritik tajam dari kalangan akademisi hukum. Perkara yang menyangkut kapal berbendera Iran, MT Arman 114, dinilai berpotensi menjadi preseden negatif dalam sistem peradilan pidana nasional.

Pada tanggal 2 Juni 2025, PN Batam mengabulkan gugatan perdata dari OMS terhadap Kejaksaan Agung RI dan jajaran di bawahnya, termasuk Kejaksaan Negeri Batam serta Jaksa Penuntut Umum dalam perkara pidana nomor 941/Pid.Sus/2023/PN Btm. Gugatan ini didaftarkan melalui perkara nomor 323/Pdt.G/2024/PN Btm sejak 26 Agustus 2024. Padahal, sebelumnya, kapal MT Arman 114 berikut muatan minyak mentahnya sebesar 166.975,36 metrik ton telah dirampas untuk negara melalui putusan pidana yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Dua Putusan Berbeda Dalam Satu Pengadilan

Pakar hukum pidana dari Universitas Katolik Parahyangan, Agustinus Pohan, S.H., M.S., mengecam keras putusan perdata tersebut. Ia menilai adanya dua putusan kontradiktif dari lembaga peradilan yang sama dalam kasus yang beririsan dapat melemahkan integritas sistem hukum Indonesia.

> “Putusan perdata tidak bisa dipakai untuk mengoreksi putusan pidana yang telah inkracht. Jika hal ini dibiarkan, celah manipulasi terhadap putusan pidana melalui jalur perdata akan terbuka lebar,” ujarnya tegas.

Pohan menekankan bahwa dalam tatanan hukum nasional, putusan pidana memiliki kekuatan hukum yang lebih tinggi dibandingkan perdata. Oleh karena itu, pembatalan atau koreksi atas putusan pidana seharusnya hanya bisa dilakukan melalui prosedur banding, kasasi, atau peninjauan kembali, bukan lewat gugatan perdata.

Barang Bukti Pidana Bukan Objek Sengketa Perdata

Lebih lanjut, Pohan menjelaskan bahwa kapal MT Arman 114 dan muatan minyaknya telah dinyatakan sebagai barang bukti dalam tindak pidana. Karena itu, statusnya bukan objek perdata yang bisa disengketakan secara sipil. Ia mengibaratkan, “Kalau harta saya disita karena kasus korupsi, maka pembuktiannya harus dilakukan melalui jalur pidana, bukan saya menggugat secara perdata.”

Dugaan Pencemaran Laut dan Tanggung Jawab Korporasi

Pohan juga menyoroti aspek lingkungan dalam perkara ini. Ia menduga bahwa dugaan pencemaran laut oleh kapal MT Arman 114 merupakan bagian dari aktivitas korporasi, bukan semata tindakan individu. Berdasarkan Pasal 98 dan 99 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban atas perusakan lingkungan.

> “Kalau OMS diakui sebagai pemilik sah, maka mereka juga harus siap mempertanggungjawabkan dampak lingkungan dari aktivitas pengangkutan minyak mentah tersebut,” tambahnya.

Sorotan Terhadap Integritas Hakim dan Proses Pengawasan

Isu integritas hakim juga turut mengemuka. Pohan mengingatkan bahwa hakim bukanlah sosok yang kebal kritik, dan jika ada dugaan intervensi eksternal dalam pengambilan keputusan, hal itu patut dilaporkan ke Komisi Yudisial atau Mahkamah Agung.

“Pengawasan terhadap hakim sangat penting demi menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan,” ungkapnya.

Di akhir keterangannya, Pohan mengimbau aparat penegak hukum untuk proaktif dan tidak bersikap reaktif dalam kasus-kasus strategis yang menyangkut kepentingan umum. Menurutnya, penyidik memiliki wewenang untuk memulai penyelidikan meskipun belum ada laporan resmi.

Kejaksaan Ajukan Banding atas Putusan PN Batam

Sebagai pihak tergugat, Kejaksaan Agung RI telah menyatakan banding terhadap putusan tersebut pada 4 Juni 2025. Kepala Kejaksaan Tinggi Kepri, Teguh Subroto, S.H., M.H., menilai putusan PN Batam sangat keliru dan mencederai rasa keadilan.

“Hakim dalam perkara ini telah salah menerapkan hukum. Kami yakin pada tingkat banding, keadilan akan ditegakkan dan putusan tersebut akan dikoreksi,” ujar Teguh dalam pernyataan resminya

Kasus MT Arman 114 kini menjadi sorotan nasional dan dikhawatirkan membuka celah yurisprudensi yang bisa membingungkan proses penegakan hukum di masa depan. Dengan dua putusan yang saling bertentangan dalam pengadilan yang sama, kejelasan hukum dan supremasi peradilan kembali dipertanyakan. Proses banding yang tengah berjalan diharapkan dapat memperjelas posisi hukum dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan Indonesia. (*/Cus)

 

Komentar