
Tapanuli Selatan,Prioritasnews.id – Pemerintah Desa Padang Lancat Sisoma, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, tengah menjadi sorotan publik akibat dugaan kurangnya transparansi dan keadilan dalam menyelesaikan konflik rumah tangga salah satu warganya.
Kasus ini mencuat setelah keluarga Candra Mendrofa menyatakan keberatan atas keputusan desa yang mereka anggap sewenang-wenang. Keluarga tersebut mengaku telah dipaksa meninggalkan desa tanpa dasar hukum yang jelas, bahkan mengalami hambatan serius dalam pengurusan administrasi kependudukan seperti pembuatan surat pindah dan pengembalian Kartu Keluarga (KK), yang turut berdampak pada pendidikan anak-anak mereka.
“Sejak beberapa bulan lalu kami sudah menyerahkan KK untuk keperluan administrasi pindah domisili, tetapi sampai saat ini belum juga diproses. Saat kami tanyakan, justru diminta membayar Rp250 ribu,” ujar salah satu anggota keluarga pada Kamis, 5 Juni 2025.
Masalah ini bermula dari dugaan perselingkuhan yang melibatkan Candra Mendrofa. Awalnya, pemerintah desa menyepakati bahwa kepala keluarga yang bersangkutan harus meninggalkan desa jika tidak menunjukkan tanggung jawab atas perbuatannya. Namun, setelah Candra menikahi perempuan yang disebut sebagai pihak ketiga dalam perselingkuhan tersebut, keputusan desa justru berubah. Kini, dia diminta meninggalkan desa bersama kedua istrinya—baik yang lama maupun yang baru—beserta anak-anak mereka.
Menurut Hardin Tambunan, Kepala Seksi Kesejahteraan dan Pelayanan Desa Padang Lancat Sisoma, keputusan pengusiran merupakan hasil musyawarah warga. Meski demikian, saat diminta menunjukkan bukti tertulis atau dokumen resmi terkait keputusan tersebut, pihak desa belum dapat memberikan salinan apapun.
Sementara itu, Kepala Desa Padang Lancat Sisoma, Marihot Anton Sihombing, menegaskan bahwa keputusan tersebut merupakan hasil mufakat warga. Ia meminta agar persoalan ini tidak diperpanjang lebih lanjut. “Itu keputusan masyarakat. Tak perlu dipersoalkan lagi,” ujarnya.
Namun, keluarga Candra Mendrofa merasa tidak mendapatkan keadilan. Mereka mengklaim tidak diberi kesempatan untuk membela diri dalam forum resmi dan merasa dikucilkan, baik secara sosial maupun administratif. Sang istri, Minta Ito, menegaskan keinginannya untuk tetap tinggal di desa karena tempat tinggal mereka saat ini memiliki nilai emosional dan ekonomi yang besar. Namun, permohonan tersebut ditolak pemerintah desa.
Kini, keluarga tersebut terpaksa mengontrak rumah di luar wilayah Padang Lancat Sisoma dalam kondisi ekonomi yang serba sulit. Mereka berharap agar pemerintah desa dapat bersikap lebih terbuka dan memberi ruang dialog untuk mencari solusi yang lebih manusiawi.
“Kami tidak merasa bersalah hingga harus terusir begitu saja. Kami hanya ingin diperlakukan dengan adil,” tutur Minta Ito penuh harap.
Kasus ini mencerminkan pentingnya transparansi, keadilan sosial, dan akuntabilitas dalam pengambilan kebijakan di tingkat desa. Warga dan pemerhati masyarakat desa menyerukan agar Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan serta lembaga pengawas terkait turun tangan mengevaluasi keputusan yang diambil pemerintah desa, guna memastikan kebijakan tersebut tidak melanggar hukum dan hak asasi warga negara. (Sabar)