Dorong Produksi Minyak Nasional, Kementerian ESDM Andalkan Teknologi EOR dan Pengeboran Horizontal

NASIONAL163 Views
blank
Foto udara stasiun pengumpul utama di area Lapangan Produksi Migas Klamono di Distrik Klamono, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya, Selasa (11/6/2024). Pertamina EP Papua Field, yang merupakan lapangan produksi migas pertama di Kabupaten Sorong Papua Barat Daya sejak 1932, mencatat angka produksi sebesar 772 barel minyak per hari (BOPD) per 10 Juni 2024. ANTARA FOTO/ Erlangga Bregas Prakoso/aww/YU.

Jakarta,Prioritasnews.id – Pemerintah Indonesia terus mengakselerasi upaya peningkatan produksi minyak nasional demi mencapai target ambisius sebesar satu juta barel per hari pada tahun 2030. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menekankan bahwa strategi konvensional tidak lagi memadai, sehingga dibutuhkan pendekatan inovatif berbasis teknologi.

Dalam pernyataan resminya pada Kamis (22/5/2025), Bahlil menjelaskan bahwa Kementerian ESDM kini fokus pada implementasi teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) dan metode pengeboran horizontal untuk mengoptimalkan produksi dari lapangan-lapangan migas yang ada.

“Kami harus keluar dari cara lama. Jika terus bergantung pada metode konvensional, produksi kita akan mandek,” tegas Bahlil saat membuka Konvensi dan Pameran Indonesian Petroleum Association (IPA) ke-49 di Tangerang, Banten.

Teknologi EOR dan Pengeboran Horizontal: Solusi Masa Depan Energi

EOR terbukti mampu meningkatkan efisiensi perolehan minyak, terutama dari sumur-sumur tua yang produksinya menurun. Sementara itu, pengeboran horizontal memberikan akses yang lebih luas ke kantong-kantong cadangan minyak yang sulit dijangkau dengan teknik vertikal.

Pendekatan ini diyakini dapat menjadi game-changer dalam upaya pemerintah memenuhi kebutuhan energi nasional sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap impor minyak.

Aktivasi Sumur Tidak Aktif dan Eksplorasi Wilayah Baru

Di samping penerapan teknologi, Kementerian ESDM juga tengah menggenjot reaktivasi sumur migas yang telah lama tidak beroperasi. Langkah ini dianggap lebih efisien dibanding membuka lapangan baru karena infrastruktur penunjang sudah tersedia.

Pemerintah juga mempercepat kegiatan eksplorasi di cekungan migas potensial. Dari 128 cekungan yang tersebar di seluruh Indonesia, 68 di antaranya masih belum tergarap secara maksimal dan memiliki prospek besar untuk dikembangkan.

Sebagai bagian dari upaya tersebut, pemerintah menargetkan pelelangan 60 Wilayah Kerja (WK) Migas baru hingga 2028. Program ini diharapkan mampu menarik investor global dan memperkuat posisi Indonesia sebagai produsen energi strategis.

Insentif Menarik untuk Dorong Investasi

Untuk meningkatkan daya tarik investasi, pemerintah menawarkan berbagai insentif kompetitif. Kontraktor akan memperoleh bagi hasil hingga 50 persen serta peningkatan Internal Rate of Return (IRR) proyek migas menjadi 15–17 persen.

“Kami tawarkan skema win-win solution. Negara untung, investor juga untung, dan sektor energi nasional makin kuat,” ujar Bahlil.

Sebagai bukti nyata, tiga Wilayah Kerja Migas—Kojo, Binaiya, dan Serpang—hasil lelang tahap II tahun 2024, telah resmi dikontrak dengan total investasi sebesar USD 13,3 juta dan bonus tanda tangan sebesar USD 700 ribu.

Produksi Berkelanjutan dengan Dampak Ekonomi Nyata

Dengan kombinasi strategi reaktivasi sumur idle, pemanfaatan teknologi EOR, pengeboran horizontal, dan eksplorasi wilayah baru, Kementerian ESDM optimistis target satu juta barel per hari dapat terealisasi.

“Bukan hanya mengejar angka produksi, tapi juga memastikan bahwa energi yang dihasilkan memberikan dampak nyata bagi pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan,” tutup Bahlil. (*)

sumber : infopublik.id

 

Comment